Senin, 24 Agustus 2015

makalah teori belajar menurut beberapa tokoh

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah

Matematika  adalah suatu bidang ilmu yang melatih penalaran supaya berpikir logis dan sistematis dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Mempelajarinya memerlukan cara tersendiri karena matematika bersifat khas, yaitu abstrak, konsisten, hierarki, dan berpikir deduktif.
Oleh karena itu, pengajaran matematika di Sekolah hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara sendiri menyelesaikan masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar matematika. Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam sistim penyampaian materi di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan materi belajar.
Dengan memahami kekhasan matematika dan karakteristik siswa, dapat diupayakan cara-cara yang sesuai agar tujuan pembelajaran, baik yang bersifat kognitif, psikomotorik, dan afektif dapat tercapai dengan optimal.
Berdasarkan paparan diatas maka penyusun mencoba untuk memaparkan beberapa teori menurut tokoh-tokoh pendidikan.

1.2  Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah teori menurut  Jerome S. Bruner?
2.    Bagaimana aplikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran Matematika ?
3.    Bagaimanakah teori menurut Jean Piaget?
4.    Bagaimanakah aplikasi teori menurut Jean Peaget dalam pembelajaran      matematika?
5.    Bagaimanakah teori belajar menurut gestalt?


1.3  Tujuan Penulisan
1.    Mengenal teori belajar menurut Jerome S. Bruner.
2.    Mengetahui teori belajar Matematik a menurut Bruner.
3.    Mengetahui aplikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran Matematika .
4.    Mengetahui teori belajar menurut Jean Piaget
5.    Mengetahui aplikasi teori belajar Jean Piaget dalam pembelajaran Matematika .

1.4  Manfaat Penulisan
Dengan mengetahui teori belajar Matematika menurut Bruner, Jean Piaget, dan gestalt diharapkan para calon guru  mampu menerapkannya dalam pembelajaran Matematika sehingga pelajaran menjadi lebih menyenangkan dan siswa lebih mudah dalam memahami pelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tokoh Jerome S. Bruner

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan  agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir.
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi.
Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.Teori Bruner tentang kegiatan belajar manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan.

2.1.1 Teori Belajar Bruner

Pengajaran matematika di sekolah hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara sendiri menyelesaikan masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar matematika. Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam sistem penyampaian materi di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan dengan teori belajar yang dikemukakan oleh ahli pendidikan, salah satunya adalah Jerome S.Bruner.
Dalam teorinya yang diberi judul “Teori Perkembangan Belajar”, Bruner menekankan pada proses belajar meggunakan metode mental, yaitu individu yang belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut dapat direkam dalam pikirannya dengan caranya sendiri.
Discovery learning dari Jerome Bruner, merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa untuk bekerja sampai menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan masalah secara mandiri dengan keterampilan berpikir sebab mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi.
Proses belajar tersebut oleh Bruner dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1.   Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik) objek. Pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkrit atau menggunakan situasi yang nyata. Misalnya untuk memahami konsep operasi pengurangan bilangan cacah 7 – 4, anak memerlukan pengalaman mengambil/membuang 4 benda dari sekelompok 7 benda.
2.   Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya pada tahap enaktif tersebut di atas
3.   Tahap Simbolis
Tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
 7 – 4 = 3
J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif  keanalisis,  dari eksplorasi ke penguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.
Contoh himpunan tiga buah apel. Untuk menanamkan pengertian 3
diberikan 3 contoh himpunan apel. Tiga apel sama dengan 3 apel.
         = 3 apel.
                  
Berdasarkan percobaan dan pengalaman, Bruner dan Kenney merumuskan empat dalil (teorema) yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Keempat dalil tersebut adalah :

1.      Dalil penyusunan (Kontruksi) yang  menyatakan bahwa siswa selalu mempunyai kemampuan mengusai definisi, teorema, konsep, dan kemampuan matematis lainnya, oleh karena itu cara terbaik bagi siswa untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu.Jika dalam penyusunan dan perumusan tersebut disertai bantuan objek-objek konkret, maka anak lebih mudah memahaminya, dan ide tersebut lebih tahan lama dalam ingatanya. Ketika siswa mengalami kesulitan mendefinisikan suatu konsep, seyogyanya guru memberikan bantuan secara tidak final sehingga bentuk akhir dari konsep ditemukan oleh siswa sendiri.

2.      Dalil notasi, menyatakan bahwa notasi matematika yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak (enaktif, ikonik, dan simbolik).

Sebagai Contoh : Kita dapat memilih notasi y = 2x + 3 untuk anak SMP dari pada notasi f(x) = 2x + 3 .  . Sedangkan untuk anak SD kita bisa menggunakan symbol-simbol yang dikenalnya,yaitu Δ = 2 □ + 3. sebagai contoh lagi :
·         Soal seperti ….+ 4 = 7 dapat diartikan sebagai menentukan bilanagan kalau ditambah 4 akan menghasilkan 7.

3.      Dalil pengkontrasan dan keaneragaman (variasi), menyatakan bahwa suatu konsep harus dikontraskan dengan konsep lain dan harus disajikan dengan contoh-contoh yang bervariasi.
Misalnya, untuk memahami konsep bilangan 2,siswa diberi kegiatan untuk membuat kelompok benda yang beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan untuk membuat kelompok benda yang tidak beranggotakan 2. Bisa juga memilih kelompok-kelompok mana yang merupakan kelompok 2 benda, dan kelompok-kelompok mana yang bukan 2 benda. Contoh :

Berilah tanda √ pada kelompok 2 benda !

                 




Berilah tanda X pada kelompok yang bukan 2 benda !
                 




      


Sebagai contoh juga dibawah ini adalah himpunan yang bukan contoh (noncontoh) dan yang menjadi contoh dari himpunan kosong :
a.       Noncontoh konsep himpunan kosong :
·         Himpunan Siswa SMP yang umurnya 14 Tahun.
·         Himpunan Bilangan Asli antara 10 dan 14.
·         Himpunan Ibukota Propinsi yang diawali dengan S.
·         Himpunan anak Presiden SBY.
b.      Contoh Konsep himpunan kosong
·         Himpunan Siswa SMP yang umurnya 41 Tahun
·         Himpunan Bilangan Asli antara 10 dan 11
·         Himpunan Ibukota Propinsi yang diawali dengan X
·         Himpunan siswa SMP yang tidak naik kelas 3 tahun berturut turut.

4.      Dalil pengaitan (Konektivitas) yang menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan rumus-rumus. Materi yang satu merupakan prasayarat bagi materi yang lain, atau suatu konsep yang digunakan untuk menjelaskan konsep yang lain.
Misalnya rumus luas persegi panjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan rumus luas jajargenjang yang diturunkan dari rumus persegi panjang.
Dengan pendekatan intuitif-deduktif, rumus volume tabung digunakan untuk menemukan rumus volume kerucut. Oleh karena itu, diperlukan alat peraga model sebuah tabung tanpa tutup, dan kerucut tanpa bidang alas, dengan syarat tinggi kerucut sama dengan tinggi tabung dan jari-jari alas tabung sama dengan jari-jari alas kerucut.
Kegiatan yang diberikan pada anak adalah dengan menggunakan pasir, anak mengukur isi tabung dengan takaran kerucut. Anak akan mendapatkan bahwa untuk mengisi tabung dengan pasir hingga penuh menggunakan takaran kerucut, diperlukan 3 kali menuangkan pasir dari kerucut. Secara intuitif, anak dapat mengerti bahwa volume tabung = 3 x isi kerucut, atau volume kerucut =    x volume tabung.
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :
            1. Stimulus (pemberian perangsang)
            2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
            3. Data collection ( pengumpulan data)
            4. Data Prosessing (pengolahan data)
            5. Verifikasi
            6. Generalisasi

Lebih lanjut, berbagai jenis kegiatan dalam pembelajaran yang menerapkan teorema bruner dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan seperti berikut ini :
1.      Pengalaman langsung.
Anak diminta untuk mengalami, berbuat sendiri dan mengelolah, merenungkan apa yang dikerjakan.

2.      Pengalaman yang diatur.
Sebagai contoh dalam membicarakan suatu benda, jika benda tersebut terlalu besar atau kecil, atau tidak dapat dihadirkan di kelas maka benda tersebut dapat diragakan dengan model.
Contoh dalam matematika adalah model-model anggota himpunan tertentu,Peta, gambar benda-benda yang tidak mungkin dihadirkan di kelas seperti binatang, pohon, bumi dll.
3.      Dramatisasi
Misalnya : Permainan peran, sandiwara boneka yang biasa digerakkan ke kanan dan ke kiri pada garis bilangan.
4.      Demonstrasi.
Biasanya dilakukan dengan menggunakan alat alat bantu seperti papan tulis, papan flannel, OHP dll.
Banyak topic dalam pembelajaran matematika yang dapat diajarkan dengan demonstrasi, misalnya : penjumlahan dan pengurangan
5.      Karyawisata
Kegiatan ini sebenarnya sangat baik untuk menjadikan pelajaran matematika disenangi siswa. Kegiatan yang diprogramkan dengan melibatkan penerapan konsep matematika seperti mengukur tinggi obyek secara tidak langsung, mengukur lebar sungai, mendata kecenderungan kejadian dan realitas yang ada dilingkungan merupakan kegiatan yang sungguh sangat menarik dan sangat bermakna bagi siswa serta bagi daya tarik pelajaran matematika di kalangan siswa.
6.      Pameran
Pameran adalah suatu usaha menyajikan berbagai bentuk model model kongkrit yang dapat digunakan untuk membantu memahami konsep matematika dengan cara yang menarik.
Berbagai bentuk permainan matematika ternyata dapat menyedot perhatian anak untuk mencobanya, sehinggga jenis kegiatan ini cukup bermakna untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.
7.      Televisi sebagai alat peragaan
Program pendidikan matematika yang disiarkan melalui media TV juga merupakan alternative yang sangat baik untuk pembelajaran Matematika.
8.      Film sebagai alat Peraga
9.      Gambar sebagai alat peraga
Dengan demikian jelaslah bahwa asas peragaan dalam pembelajaran Matematika adalah sangat bermakna untuk meningkatkan pemahaman dan daya tarik siswa untuk mempelajari Matematika.


2.1.2. Aplikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di  Sekolah Dasar

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
a.       Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.
Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.
b.      Bantu pesrta didik untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada peserta didik seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?
c.       Berikan satu pertanyaan dan biarkan peserta didik untuk mencari jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
d.      Ajak dan beri semangat peserta didik untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu peserta didik untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya.

Berikut ini contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar:
1.      Mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah
a.      Tahap enaktif
Dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkrit (misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya).

b.      Tahap ikonik
Kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut). Pada tahap yang kedua  siswa bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual(visual imagery) dari kelereng, kelereng tersebut.
c.      Tahap simbolik
Sebagai contoh, Kemudian, Pada tahap berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bilangan, yaitu : 3 + 2 = 5.

2.      Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang
Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegi panjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.
a.      Tahap Enaktif

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik) objek.
                       
                         
           (a)

         
                       (b)                                                (c)


                        Untuk gambar a ukurannya: Panjang = 13 satuanLebar = 1 satuan
Untuk gambar b ukurannya: Panjang = 10 satuanLebar = 2 satuan
Untuk gambar c ukurannya: Panjang = 5 satuanLebar = 4 satuan

b.      Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

c.       Tahap Simbolis
Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang L

                                                                                 
maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan
Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar
Berdasarkan hasil pengamatannya, Brunner merumuskan 4 teorema dalam pembelajaran matematika, yaitu :
1.      Teorema Penyusunan
Menerangkan bahwa cara yang terbaik memulai belajar suatu konsep matematika, dalil, defenisi, dan semacamnya adalah dengan cara menyusun penyajiannya.
2.      Teorema Notasi
Menerangkan bahwa dalam pengajaran suatu konsep, penggunaan notasi-notasi matematika harus diberikan secara bertahap, dari yang sederhana ke yang lebih kompleks.
3.      Teorema Pengkontrasan dan Keanekaragaman
Menerangkan bahwa pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep matematika dari yang konkrit ke yang lebih abstrak.
4.      Teorema Pengaitan
Menerangkan bahwa dalam matematika terdapat hubungan yang berkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain.

2.2 Tokoh Jean Piaget

Jean Piaget adalah salah seorang psikolog terkenal yang banyak mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan. Selama penelitian Piaget semakin yakin akan adanya perbedaan antara proses pemikiran anak dan orang dewasa. Ia yakin bahwa anak bukan merupakan suatu tiruan dari orang dewasa. Anak bukan hanya berpikir kurang efisien dari orang dewasa, melainkan berpikir secara berbeda dengan orang dewasa. Itulah sebabnya mengapa Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan kognitif yang berbeda dari anak sampai menjadi dewasa
Menurut Piaget (dalam Dr.Paul Suparno, 2001:49) metode pengajaran matematika dalam bentuk ceramah memang baik bagi orang yang sudah dewasa tetapi banyak menyebabkan hambatan bagi murid yang masih dalam tingkat pengajaran yang masih rendah. Kemudian Piaget menekankan hal pokok dalam pengajaran matematika pada murid  bahwa Pengajaran matematika tidak boleh melalaikan peran kegiatan – kegiatan, khususnya pada anak–anak yang masih kecil. Pengalaman fisis dan pengalaman matematis-logis sangat penting dalam mengembangkan pengetahuan, baik fisis maupun matematis.
Contoh: Andi yang berumur 4 tahun berada di sebuah taman dan mulai menyusun kelereng dalam garis lurus. Ia menghitung dari kiri ke kanan satu sampai sepuluh. Ia menghitung dari kanan ke kiri dengan hasil yang sama. Selanjutnya, ia meletakkan kelereng-kelereng itu dalam suatu lingkaran dan menghitungnya lagi dengan hasil yang sama juga. Dalam susunan bagaimana pun akhirnya ia menjadi sungguh yakin bahwa jumlahnya sama dan tidak tergantung pada susunan atau bentuk.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran matematika adalah hubungan interaksi dan proses belajar dan mengajar yang berhubungan dengan penalaran deduktif, masalah-masalah, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dalil-dalil, antara pendidik dan peserta didik.  

2.2.1        Teori Piaget

Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget (Paul. S, 2001:24) dibagi menjadi 4 tahap antara lain:
1.      Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
Pada tahap sensorimotor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan. Karakteristik tahap ini merupakan gerakan – gerakan akibat suatu reaksi langsung dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan indera(sensori) dan tindakan-tindakannya(motor), anak belum mempunyai kesadaran – kesadaran adanya konsepsi yang tetap.
Contohnya: Diatas ranjang seorang bayi diletakkan mainan yang akan berbunyi bila talinya dipegang. Suatu saat, ia main-main dan menarik tali itu. Ia mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka ia akan mencoba menarik-narik tali itu agar muncul bunyi menarik yang sama.

2.         Tahap persiapan operasional (2 – 7 tahun)
Operasi adalah suatu proses berpikir logis, dan merupakan aktifitas mental bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap ini anak belum mampu melaksanakan operasi – operasi mental. Unsur yang menonjol dalam tahap ini adalah mulai digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran dan bahasa ucapan. Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju dan memacu perkembangan pemikiran anak karena ia sudah dapat menggambarkan sesuatu dengan bentuk yang lain.
Contohnya: anak bermain pasar-pasaran dengan uang dari daun. Kemudian dalam penggunaan bahasa, anak menirukan apa saja yang baru ia dengar. Ia menirukan orang lain tanpa sadar. Hal ini dibuat untuk kesenangannya sendiri. Tampaknya ada unsur latihan disini, yaitu suatu pengulangan untuk semakin memperlancar kemampuan berbicara meskipun tanpa disadari.
3.      Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dinyatakan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada peristiwa – peristiwa yang langsung dialami. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang – barang yang konkret, belum bersifat abstrak maupun hipotesis.
Misalnya suatu gelas diisi air. Selanjutnya dimasukkan uang logam sehingga permukaan air naik. Anak pada tahap operasi konkreat dapat mengetahui bahwa volume air tetap sama. Pada tahap sebelumnya, anak masih mengira bahwa volume air setelah dimasukkan logam menjadi bertambah.
4.       Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung.

Menurut Piaget (Paul Suparno, 2001:104) paling sedikit ada empat factor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak, yaitu:
1.      Perkembangan organik dan kematangan system saraf.
Unsur biologis cukup jelas mempunyai pengaruh dalam perkembangan inteligensi seseorang. Kematangan fisik seseorang juga mempunyai pengaruh pada perkembangan inteligensinya. Misalnya: Pada saat anak belum dapat berjalan, sehingga anak tersebut akan sulit dan terbatas dalam berkontak dengan alamsekitar. Sehingga pemikirannya dan skema yang ia miliki belum banyak berkembang.


2.       Peran latihan dan pengalaman.
Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikiran atau inteligensinya. Seorang anak yang sudah mulai dapat berpikir deduktif dan abstrak perlu mengembangkan diri dengan pengalaman – pengalaman dalam menggunakan pemikirannya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu:
a.       Pengalaman fisis, terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang dihadapi untuk mengabstraksi sifat – sifatnya.contohnya: pengalaman melihat dan mengamati anjing akan membantu mengabstraksi sifat – sifat anjing yang pada tahap selanjutnya membantu pemikiran orang itu tentang anjing.
b.      Pengalaman matematis-logis, terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat tindakan – tindakan terhadap objek itu. Contohnya: pengalaman menjumlahkan atau mengurangkan benda akan membantu pemikiran anak akan operasi benda itu.
3.       Interaksi sosial dan transmisi.
Dengan interaksi ini, seorang anak dapat membandingkan pemikiran dan pengetahuan yang telah dibentuknya dengan pemikiran dan pengetahuan orang lain. Ia tertantang untuk semakin memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya sendiri. Dalam interaksi sosial dan transmisi, pengetahuan itu datang dari orang lain baik itu dari orangtuanya maupun masyarakat sekitarnya. Namun, menurut Piaget meskipun interaksi sosial itu sangat penting dalam pengembangan pemikiran seseorang, tindakan interaksi sosial itu tidaklah efektif bila tidak ada tindakan aktif dari anak sendiri. Pemikiran dan pengetahuan anak kurang berkembang pesat apabila anak itu sendiri tidak secara aktif mengolah, mencerna, dan mengambil makna.
4.      Ekuilibrasi (kesetimbangan).
Ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali kesetimbangan selama periode ketidaksetimbangan melalui asimilasi dan akomodasi. . Ekuilibrasi ini sering juga disebut dengan motivasi dasar seseorang yang memungkinnya selalu berusaha memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya.






2.2.2        Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika

Penerapan dari empat tahap perkembangan intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah sebagai berikut:

1.      Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak di tahap ini, kemampuan anak mungkin ditingkatkan jika dia cukup diperbolehkan untuk bertindak terhadap lingkungan. Anak – anak pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman tentang konsep angka dan menghitung. Misalnya: Orang tua dapat membantu anak- anak mereka menghitung dengan jari, mainan dan permen. Sehingga anak dapat menghitung benda yang dia miliki dan mengingat apabila ada benda yang  ia punya hilang.

2.      Tahap persiapan operasional ( 2 -7 tahun)
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap persiapan operasional dalam dua bagian:
a.       Umur 2 – 4 tahun.
Pada umur 2 tahun, seorang anak mulai dapat menggunakan symbol atau tanda untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya. Penggunaan symbol itu tampak dalam 4 gejala berikut:
(1)   Imitasi tidak langsung
Menurut Wadsworth (dalam Paul Suparno, 2001:51), Anak mulai dapat menggambarkan suatu hal yang sebelumnya dapat dilihat, yang sekarang sudah tidak ada. Dengan kata lain, ia mulai dapat membuat imitasi yang tidak langsung dari bendanya sendiri. Contohnya:  Bola sesungguhnya dalam bentuk bola plastik.
(2)   Permainan simbolis
Dalam permainan simbolis, seringkali terlihat bahwa seorang anak berbicara sendirian dengan mainannya. Misalnya: Jika si anak merasa senang dengan bola, maka ia akan bermain bola – bolaan. Menurut Piaget, permainan tersebut merupakan ungkapan diri anak dalam menghadapi masalah, suasana hati, ketakutan dan lain – lain.
(3)    Menggambar.
Menggambar pada tahap pra operasional merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur permainan simbolisnya terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Unsur gambaran mentalnya terletak pada usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yang real.
(4)   Gambaran mental
Gambaran mental adalah penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Pada tahap ini, anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati.

b.      Umur 4 – 7 tahun (pemikiran intuitif)
Pada umur 4 – 7 tahun, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh: Terdapat 20 kelereng, 16 berwarna merah dan 4 putih diperlihatkan kepada seorang anak dengan pertanyaan berikut: “Manakah yang lebih banyak kelereng merah ataukah kelereng-kelereng itu?”
A usia 5 tahun menjawab: “lebih banyak kelereng merah.”
B usia 7 tahun menjawab: “Kelereng kelereng lebih banyak daripada kelereng yang berwarna merah.” Tampak bahwa A tidak mengerti pertanyaan yang diajukan, sedangkan B mampu menghimpun kelereng merah dan putih menjadi suatu himpunan kelereng atau dapat disimpulkan bahwa anak masih sulit untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran bagiannya. Contoh lain, seorang anak dihadapkan dengan pertanyaan: “Manakah yang lebih berat 1 Kg kapas atau 1 Kg besi?”. Anak tersebut pasti menjawab 1 Kg besi tanpa berpikir terlebih dahulu. 


3.       Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan – aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak masih mempunyai kesulitan untuk menyelesaikan persoalan yang mempunyai banyak variabel. ya. Misalnya, bila suatu benda A dikembangkan dengan cara tertentu menjadi benda B, dapat juga dibuat bahwa benda B dengan cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam matematika, diterapkan dalam operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan (<), dan persamaan (=).
Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5
Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami konsep penjumlahanyang sterusnya berlanjut pada perkalian. Misalnya guru memberikan soal kepada siswa mengenai perkalian.
Guru: “Berapa 8 × 4, Dony?”
Dony: “ 32 Pak!”
Pada umur 9 tahun, penalaran anak masih cenderung tidak dapat menghubungkan suatu rangkaian atau gagasan yang terpisah dalam suatu keseluruhan yang masih kurang jelas.Contohnya dalam menyelesaikan persoalan berikut:
Rambut Tina (T) kurang gelap daripada rambut Sinta (S).
Rambut Tina (Ts) lebih gelap daripada rambut Lily (L).
Rambut siapa yang lebih gelap?
4.      Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak bila dihadapkan kepada suatu masalah dan ia dapat mengisolasi untuk sampai kepada penyelesaian masalah tersebut. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat tidak hanya terikat pada hal yang sudah dialami.

Contoh: Seorang anak mengamati topi ayahnya yang berbentuk kerucut. Ia ingin mengetahui volum dari topi ayahnya tersebut. Lalu ia mengukur topi tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 30 cm dengan jari – jari 21 cm.

Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang(volum limas).
Volum limas = ⅓(luas alas)(tinggi limas
    = ⅓ × л × r­² × t²
    = ⅓ × 3,14 × 7² cm² × 3 cm
    = 154 cm³

2.3 Teori Gestalt

Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyarat dan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika ada topic-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang dari sepuluh ( Rosseffendi,19993:115-116).


2.2.3        Hukum-Hukum Teori Belajar Gestalt
Beberapa hukum gestalt dalam pengamatan adalah :
1)      Hukum Pragnanz, yang mengatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung ke arah yang bermakna atau penuh arti (pragnanz)
2)      Hukum kesamaan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gestalt (keseluruhan)
3)      Hukum kecenderungan mengatakan bahwa hal hal yang berdekatan cenderung berbentuk gestalt.
4)      Hukum ketertutupan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt.
5)      Hukum kontinuitas yang mengatakan bahwa hal-hal yang berkesinambungan cenderung membentuk gestalt.

2.2.4        Eksperimen tokoh Gestalt terhadap Simpanse
Wolfgang Kohler menjelaskan teori gestalt ini melalui percobaan dengan seekor Simpanse yang diberi nama Sulton. Berikut eksperimen yang dilakukan oleh kohler terhadap Simpanse :

Ekesperimen I
Simpanse dimasukkan dalam sangkar atau ruangan dan didalam sangkar tersebut terdapat sebatang tongkat. Diluar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang dihadapi oleh simpanse adalah bagaimana simpanse dapat mengambil pisang untuk dimakan.. Tiba-tiba muncul insight dalam diri simpanse dan menyambung dan akhirnya berhasil

Eksperimen II
Problem yang dihadapi sekarang diubah, yakni pisang digantung diatas sangkar sehingga simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Disudut sangkar tersebut diletakkan subuah kotak yang kuat untuk dinaiki simpanse. Begitu juga ketika dalam sangkar terdapat dua kotak kuat, dan ketika simpanse tidak bisa mengambil dengan satu kotak, maka simpanse mengambil kotak tersebut untuk ditumpuk kemudian dinaiki dan akhirnya simpanse dapat mengambil pisang tersebut

Dari percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat memecahkan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya .Gestalt berasumsi, bila seseorang atau suatu organisasi dihadapkan pada suatu problem, tetapi kedudukan kognitif tidak seimbang sampai problem itu dipecahkan. Menurut gestalt problem tersebut merupakan stimulus sampai didapat suatu pemecahannya

2.2.5        Belajar dalam pandangan teori Gestalt
Belajar pada hakikatnya adalah melakukan perubahan struktur kognitif. Selain pengamatan, kaum gestalt menekankan bahwa belajar pemahaman merupakan bentuk utama aliran ini. Kondisi pemahaman tergantung pada :
a)      Kemampuan dasar seseorang
b)      Pengalaman masa lampau yang relevan
c)      Pengaturan situasi yang dihadapi
d)     Pemahaman didahului oleh periode mencari atau coba-coba
e)      Adanya pemahaman dalam diri individu menyebabkan pemecahan masalah dapat diulang dengan mudah.
f)       Adanya pemahaman dalam diri individu dapat dipakai menghadapi situasi lain atau transfer dalam belajar. 

Menurut teori Gestalt perbuatan belajar itu tidak berlangsung seketika, tetapi berlangsung berproses kepada hal-hal yang esensial, sehingga aktivitas belajar itu akan menimbulkan makna yang berarti.

2.2.6        Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran 
Dalam Proses pembelajaran dikelas harus diterapkan sesuai dengan Konsep teori Gestalt tersebut. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1.      Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku.
2.      Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.
3.       Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan
4.       Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada
5.      Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Teori belajar gestalt secara umum sangat berpengaruh dalam metode membaca dan menulis.

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Bruner menekankan pada proses belajar meggunakan metode mental, yaitu individu yang belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses tersebut dapat direkam dalam pikirannya dengan caranya sendiri.
Tahap perkembangan menurut Bruner :
a.       Tahap enaktif
b.      Tahap ikonik
c.       Tahap simbolik
Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget (Paul. S, 2001:24) dibagi menjadi 4 tahap antara lain:
1.      Tahap sensorimotor (umur 0 – 2 tahun)
2.       Tahap persiapan operasional (2 – 7 tahun)
3.      Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
4.      Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyarat dan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika ada topic-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang dari sepuluh ( Rosseffendi,1993:115-116).

3.2  Saran
1.      Guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong siswa memberikan “dugaan sementara”.
2.      Guru harus bertindak sebagai fasilitator.
3.      Guru perlu menggunakan berbagai alat peraga dan permainan menggunakan teknologi.
4.      Guru perlu untuk selalu mendorong siswa mengembangkan pikirannya.


DAFTAR PUSTAKA


Djiwandon, Sri Esti W. 2002. Psikologi Pendidikan (Rev-2). Jakarta: Grasindo.
Eka P., Novita. 2006. Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Tentang Operasi Hitung Bilangan Bulat Menggunakan Teori Bruner. Semarang : UNNES.
Pitadjeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta : Depdiknas.
Sugihartono, dkk..2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. ILMU DAN APLIKASI PENDIDIKAN Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. Jakarta : Grasindo.
Tim Penyusun. 2007. Model Silabus Tematik Sekolah Dasar Kelas 3. Jakarta: Grasindo.

 semoga materi ini berguna ya......jangan lupa kritik dan srannya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar